ISLAM KAFFAH

SULITNYA MENJALANI SYARI’AT (CARA/JALAN) ISLAM DALAM MASYARKAT YANG SUDAH ISLAM

Oleh:

Abdul Wahid Hsyim[1]

 

Sekarang ini banyak orang yang menuntut berbagai macam ilmu pengatahuan tanpa digandengi dengan agama (aqidah dan akhlak ). Akibatnya, terjadadi krisis manusia yang berakhlaqul karimah yang sangat dibutuhkah untuk mempertahankan umur dunia ini. Seperti apa yang disampaikan oleh KH. Zainuddin MZ dalam ceramah agamanya bahwa, “apabila di dunia ini sudah tidak ada lagi amal kebaikan maka akan terjadi kiamat kecuali ada orang yang menyebut nama Alloh swt maka kiamat akan diundur selama 40 tahun”. Begitu pula Adam Smith yang mengatakan bahwa, “ Ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah tuli”. Dari dua pendapat tersebut jalaslah bahwa sangatlah penting jika ilmu itu harus digandengi dengan agama dari awalnya.

Ilmu tidak dapat memberi dan menambah keimanan seseorang, tapi iman dapat menambah ilmu seseorang.[2] Kenapa demikian? Karena orang yang beriman akan mematuhi apa yang ada dalam al – Qur’an dan Hadits bahwa setiap muslim wajib menuntut ilmu. Sangat banyak orang yang berilmu tinggi namun tidak diimbangi oleh agama dan pada akhirnya mereka merusak dunia dengan ilmu yang mereka miliki. Einstein seorang yang sangat dikenal sebagai ilmuan cerdas, tapi tidak memiliki kepercayaan dengan agama, dan dengan menemukan uranium bahan pembuat bom atom yang sangat dahsyat itu dapat menghancurkan kehidupan yang terdapat di dunia ini. Begitu pula dengan mahasiswa – mahasiswa hampir di semua perguruan tinggi kurang memiliki aqidah (tingkat kepercayaan agama) dan akhlak (moral), sehingga yang mereka perbincangkan hanya menyangkut yang bersifat material saja. Apa – apa yang ada dalam rukun iman jika tidak riil dan releven dengan kehidupan nyata maka meraka tinggalkan, yang mereka tuntut adalah hal yang ada dalam kehidupan riil (yang jelas terlihat oleh mata). Sehingga lahirlah pelajar dan mahasiswa yang tidak memiliki kode etik dalam berbicara maupun dalam bertingkah.

Pemisahan ilmu dengan agama bermula dari sejarah ilmuan Galileo G dan Copernicus pada abad ke-15. Mereka dipaksa untuk membatalkan teori mereka oleh gereja bahwa bumi bulat dan mengelilingi matahari sebagai pusat tatasurya, namun mereka menolak dan akhirnya memisahkan antara agama dan ilmu pengetahuan.[3] Sehingga hal itu terus menulari para pelajar di masa ini yang menuntut ilmu tinggi – tinggi dengan mengeyampingkan agama. Sehingga banyak pelajar maupun mahasiswa yang tidak memiliki kode etik.

Di lain topik, Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya beragama Islam, namun itu hanya kulitnya saja. Banyak masalah agama diperbincangkan, namun praktiknya sulit ditemukan. Bicara dan berbuat sesuai syari’at rasanya sangat sulit. Bahkan kebiasaan menbaca, mempelajari dan mengajari al – Qur’an sudah menjadi barang aneh. Dahulu sering kita dengar ayat – ayat Qur’an dibacakan, namun sekarang menjadi hal langka. Dan parahnya lagi, shalat yang menjadi tiang agama dan Puasa Ramadhan yang merupakan kewajiban umat Muslim menjadi hal yang mudah saja untuk di tinggalkan.  Dalam riwayat Nabi SAW pernah disebutkan bahwa, “di suatu hari nanti mempertahankan agama (iman) itu seperti memegang bara api. Jika kita pengang maka tangan akan terbakar dan jika kita lepas maka kita melepaslah iman kita”. Kenapa demikian? Hal demikian karena kita hanya sendiri menegakkan syri’at Islam di antara banyak orang yang meninggalkan syari’at Islam, dan kita takut dijauhi, di hina, di ejek, dan sebagainya sehingga kita pun ikut meninggalkan Islam.

 

REFERENS

Rifa’i Mohammad,(1984) Perbandingan Agama, Semarang: Wicaksana.

Winardi, Dkk, Geografi Kelas 7 SLTP, (2003), Jakarta: Piranti Darma Kalokatama.

            Ceramah Islami Oleh KH Zainuddin MZ.


[1] Mahasiswa Jenjang S1 Konsentrasi Ekonomi Islam, Ilmu Ekonomi  Dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

[2] Rifa’i Mohammad,(1984) Perbandingan Agama, Semarang: Wicaksana.

[3] Winardi, Dkk, Geografi Kelas 7 SLTP, (2003), Jakarta: Piranti Darma Kalokatama

Usulan Penelitian  ANALISIS PENGARUH PRODUK JASA TABUNGAN WADI’AH,

Aside

Usulan Penelitian

 

ANALISIS PENGARUH PRODUK JASA TABUNGAN WADI’AH, GIRO WADI’AH, TABUNGAN MUDHARABAH DAN DEPOSITO MUDHARABAH TERHADAP VOLUME PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARI’AH

(Studi Kasus PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Periode 2002-2012)

 

Proposal Penelitian

 Diajukan untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Dosen:

, S.P.i., M.Si.

 

Oleh:

Abdul Wahid Hasyim

NIM: 1110084000071

 

PRODI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2012 M / 1434 H

  ANALISIS PENGARUH PRODUK JASA TABUNGAN WADI’AH, GIRO WADI’AH, TABUNGAN MUDHARABAH DAN DEPOSITO MUDHARABAH TERHADAP VOLUME PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARI’AH

(Studi Kasus PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Periode 2002-2012)

Oleh: Abdul Wahid Hasyim

   

BAB I

PENDAHULUAN

  1. A.    Latar Belakang

Bank syari’ah sebagaimana bank konvensional yang memiliki fungsi sebagai perantara jasa keuangan, memiliki tugas pokok yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan mendasar antara kedua bank tersebut adalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga, namun didasarkan pada prinsip – prinsip yang Islami, yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing). (Dahlan, Selamet, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Intermedia, 1995, hlm 66)

Dalam penghimpunan dana pada bank syari’ah dilakukan melalui simpanan dan dan investasi seperti, tabungan wadiah, giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Sedangkan dalam rangka penyaluran dana dilakukan dengan pembiayaan atau yang biasa disebut dengan nama kredit. Pembiayaan atau kredit merupakan salah satu tugas pokok bank. Kegiatan pembiayaan secara umum pada bank syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Umumnya, pembiayaan murabahah yang paling banyak dilakukan oleh bank syariah, tidak hanya disukai bank umum syariah (BUS) atau unit usaha syariah bank umum konvensional (UUS BUK), namun juga oleh Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Ini dikarenakan pembiayaan murabahah dinilai lebih mudah dan tidak memerlukan analisa yang rumit serta menguntungkan.

(https://doc-00-94-docsviewer.googleusercontent.com, 31 Desember 2012)

Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), K.H. Ma’ruf Amin mengungkapkan, masih besarnya peminat perbankan syariah pada produk pembiayaan murabahah menunjukkan bahwa produk dengan akad jual beli dengan sistem bagi hasil ini diminati oleh nasabah perbankan syariah karena dinilai memiliki resiko yang paling kecil. Sebab pembiayaan dengan sistem murabahah ini, akadnya sangat jelas, barangnya jelas dan keamanannya juga jelas. Karena itu, wajar kalau produk pembiayaan murabahah ini masih banyak diminati.

(https://doc-00-94-docsviewer.googleusercontent.com, 31 Desember 2012)

Namun, untuk memenuhi permintaan pembiayaan masyarakat Indonesia, perbankan konvensional memiliki volume pembiayaan yang lebih besar dibandingkan dengan perbankan syari’ah. Padahal mayoritas masyarakat Indonesia adalah beragama Islam. Dari data bank Indonesia yang ditunjukan pada tabel 1.1, dari tahun 2006 hingga 2007 volume pembiayaan perbankan konvensional terus mengalami kenaikan, begitu juga dengan perbankan syari’ah. Tetapi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, volume pembiayaan pada perbankan konvensional masih jauh lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan pada perbankan syari’ah.

 

Tabel 1.1

Perkembangan Volume Pembiayaan Pada Perbankan konvensional dan Syariah Tahun 2006 – 2010

Tahun

Perbankan Konvensional

          Perbankan Syari’ah

2006

792.297

20,445

2007

1.002.012

27,944

2008

1.307.688

38,199

2009

1.437.930

46,886

2010

1.765.845

68,181

Sumber: www.bi.go.id, statistik perbankan dan statistik perbankan syariah.

 

Hasil penelitian yang dilakukan oleh  M. Taimoor Hassan Mehtab Ahmed, Muhammad Imran, Azhar Naeem, Mudassir Waheed dan Shahbaz Ahmed menunjukkan bahwa faktor – faktor yang membuat nasabah (masyarakat/perusahaan) lebih memilih produk bank konvensional (dalam hal ini kredit/pembiayaan) dibandingkan produk bank syaria’ah karena tingkat pengetahuan nasabah terhadap perbankan syari’ah sangat sedikit dan kurangnya strategi pemasaran terhadap produk perbankan syari’ah. (Hassan, M. Taimoor, dkk, Customer Perception Regarding Car Loans in Islamic and Conventional Banking, Paskistan: International Journal of Learning & Development, 2012 )

Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Wuri Arianti dan Harjum Muharam menyabutkan bahwa semakin besar sumber dana yang terkumpul maka bank akan semakin besar pula dalam menyalurkan pembiayaan. Hal tersebut dikarenakan salah satu tujuan bank adalah mendapatkan profit, sehingga bank tidak akan menganggurkan dananya begitu saja. Bank cenderung untuk menyalurkan dananya semaksimal mungkin guna memperoleh keuntungan yang maksimal pula. Pada perbankan syari’ah sumber dana terkumpul karena dibantu oleh jasa tabungan wadiah, giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. (Arianti, Wuri, dan Muharam , Harjum, Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (Dpk), Capital Adequacy Ratio (Car), Non Performing Financing (Npf) Dan Return On Asset (Roa) Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah, Tidak Diterbitkan)

Dari permasalahan – permasalah yang telah diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS PENGARUH TABUNGAN WADI’AH, GIRO WADI’AH, TABUNGAN MUDHARABAH DAN DEPOSITO MUDHARABAH TERHADAP VOLUME PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARI’AH (Studi Kasus PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Periode 2002-2012)”, guna mempromosikan jasa – jasa yang ada di perbankan syari’ah terutama produk pembiayaan, karena yang telah penulis alami bahwa masyarakat di sekitar tempat tinggal penulis bahkan di pihak keluarga lebih tertarik pada produk perbankan konvensional dibandingkan produk perbankan syari’ah karena mereka menganggap bahwa produk perbankan syari’ah itu lebih sulit melakukan akadnya dan melalui proses yang sangat rumit dan masih banyak faktor – faktor yang telah disebutkan di atas yang menjadi alasan nasabah untuk memilih bank konvensional dibandingkan bank syari’ah. Oleh karena hal itu lah penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian ini.        

  1. B.     Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan di atas, untuk menganalisis  pengaruh Jasa Tabungan Wadi’ah, Giro Wadi’ah, Tabungan Mudharabah dan Deposito Mudharabah Terhadap Volume Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syari’ah (Studi Kasus PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Periode 2002-2012), maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah pengaruh penggunaan jasa Tabungan Wadi’ah terhadap volume Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2002 – 2012?
  2. Bagaimanakah pengaruh penggunaan jasa Giro Wadi’ah terhadap volume Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2002 – 2012?
  3. Bagaimanakah pengaruh penggunaan jasa Tabungan Mudharabah terhadap volume Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2002 – 2012?
  4. Bagaimanakah pengaruh penggunaan jasa Deposito Mudharabah terhadap volume Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2002 – 2012?
  5. Seberapa besar pengaruh jasa Tabungan Wadi’ah, Giro Wadi’ah, Tabungan Mudharabah dan Deposito Mudharabah terhadap volume Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2002 – 2012?

 

  1. C.    Batasan Penelitian

Penelitian diharapkan tetap dalam lingkup pembahasan dan analisis yang dilakukan jelas, oleh karena itu perlu dilakukan pembatasan ruang lingkup dan pembahasan dalam penelitian. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Faktor-faktor yang dianalisis dibatasi pada data laporan keuangan (neraca Bank    Muamalat) tahun 2005 sampai 2007.
  2. Aspek yang dianalisis meliputi Tabungan Wadi’ah, Giro Wadi’ah, Tabungan Mudharabah, Deposito Mudharabah dan Pembiayaan Murabahah.

 

  1. D.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
    1. Tujuan dari penelitian ini adalah :
      1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan jasa Tabungan Wadi’ah terhadap volume Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2002 – 2012.
      2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan jasa Giro Wadi’ah terhadap volume Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2002 – 2012.
      3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan jasa Tabungan Mudharabah terhadap volume Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2002 – 2012.
      4. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan jasa Deposito Mudharabah terhadap volume Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2002 – 2012.
      5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jasa Tabungan Wadi’ah, Giro Wadi’ah, Tabungan Mudharabah dan Deposito Mudharabah terhadap volume Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2002 – 2012.
      6. Kegunaan Penelitian
        1. Bagi Lembaga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam mengambil keputusan terkait dengan produk pembiayaan murabahah, tabungan wadiah, giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah di masa yang akan datang.

  1. Bagi nasabah dan calon nasabah

Bagi nasabah, berguna untuk mengetahui lebih jauh bagaimana operasional perbankan syariah dalam mengaplikasikan produk jasa pembiayaan murabahah, tabungan wadiah, giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah  pada nasabahnya.

  1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan referensi, tambahan wawasan serta pengetahuan dalam penelitian selanjutnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

  1. A.    Landasan Teori
    1. 1.      Bank Syari’ah

Bank syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yakni bank yang operasionalnya mengikuti ketentuan syariah khususnya menyangkut tata cara muamalah secara Islam. (Antonio, Muhammad Syafi’i. “Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik”, Cetakan pertama, Gema Insani, Jakarta, 2001)

  1. 2.      Produk Pengerahan Dana Masyarakat

            Dalam bidang pengerahan dana masyarakat, Bank Syariah dapat mengarahkannya dalam berbagai bentuk, antara lain: simpanan wadiah, fasilitas tabungan, dan deposito berjangka. (http://elib.unikom.ac.id, 6 November 2012)

  1. 1.      Simpanan Amanah

Disebut dengan simpanan amanah, sebab dalam hal bank menerima titipan amanah (trustee account) dari nasabah. Disebut dengan titipan amanah karena bentuk perjanjian adalah wadiah yaitu titipan yang tidak menanggung risiko. Namun demikian, bank akan memberikan bonus dari bagi hasil keuntungan yang diperoleh bank melalui pembiayaan kepada para nasabahnya.

  1. 2.      Tabungan Wadiah

Dalam tabungan ini bank menerima tabungan (saving account) dari nasabah dalam bentuk tabungan bebas. Sedangkan akad yang diikat oleh bank dengan nasabah dalam bentuk wadiah. Titipan nasabah tersebut tidak menanggung risiko kerugian, dan bank memberikan bonus kepada nasabah. Bonus itu diperoleh bank dari bagi hasil pembiayaan kredit kepada nasabah lainnya.

Bonus tabungan wadiah itu dapat diperhitungkan secara harian dan dibayarkan kepada nasabah pada setiap bulannya.

Berdasarkan jenisnya wadiah terdiri dari :

a.   Wadiah Amanah, adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan kelalaian penerima titipan.

b.   Wadiah Yadhamanah, adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang atau uang dapat memanfaatkan barang atau uang dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang atau titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang atau uang tersebut menjadi penerima titipan.

  1. 3.      Deposito Wadiah/Mudharabah

Dalam produk ini bank menerima deposito berjangka (time and investment account) dari nasabahnya. Akad yang dilakukan dapat berbentuk wadiah dan dapat pula berbentuk mudharabah. Lazimnya, jangka waktu deposito itu adalah 1, 3, 6, 12 bulan dan seterusnya sebagai bentuk penyertaan modal (sementara). Maka, nasabah/deposan mendapat bonus keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh bank dari pembiayaan/ kredit yang dilakukannya kepada nasabah-nasabah lainnya.

  1. 3.      Pembiayaan Pada Bank Syari’ah

Menurut Rifaat Ahmad Abdul Karim (1995), pembiayaan merupakan  salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak – pihak yang merupakan devisit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibedakan menjadi dua hal berikut:

  1. a.      Pembiayaan produktif, merupakan pembiayaan yang ditunjukaan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
  2. b.      Pembiayaan konsumtif, merupakan pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. (Antonio, Muhammad Syafi’i. “Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik”, Cetakan pertama, Gema Insani, Jakarta, 2001.)
  3. 4.      Pembiayaan Murabahah

Murabahah merupakan pembiayaan untuk pembelian barang dengan spesifikasi tertentu yang menggunakan akad jual beli.  Bank akan membeli barang yang Anda butuhkan dan menjualnya dengan marjin keuntungan yang telah ditetapkan sebelum transaksi. Sedang pembayarannya dilakukan dengan cara mengangsur sesuai jangka waktu yang disepakati. Jangka waktu maksimal untuk pembiayaan murabahah adalah 5 tahun. (www.muamalatbank.com, Jakarta, 11 Desember 2012)

  1. 5.      Pembiayaan Istishna’

Adalah jual beli dimana seorang produsen ditugaskan untuk membuat suatu barang pesanan dari pemesan. Istishna’ sama dengan Salam, yaitu dari segi objek pesanannya yang harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya hanya pada system pembayarannya, yaitu Istishna’ pembayaran dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir pesanan. Biasanya digunakan untuk pembiayaan pembangunan gedung ( penyediaan barang yang baru memiliki kriteria-kriteria). (www.muamalatbank.com, Produk Jual Beli Istishna’, Jakarta, 11 Desember 2012)

  1. 6.      Pembiayaan Ijarah

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa,tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) Definisi mengenai prinsip Ijarah juga telah diatuir dalam hokum positif Indonesia yakni dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang mengartikan prinsip ijarah sebagai transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu usaha jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.Bank syariah hanya dapat melayani kebutuhan nasabah untuk memiliki barang, sedangkan nasabah yang membutuhkan jasa tidak dapat dilayani. Dengan skim Ijarah, bank syariah dapat pula melayani nasabah yang hanya membutuhkan jasa. Pada dasarnya ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu.

Menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.  Dalam kegiatan perbankan Syariah pembiayaan melalui Ijarah dibedakan menjadi dua yaitu :

  1. Didasarkan atas periode atau masa sewa biasanya sewa peralatan.Peralatan itu disewa selama masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam dikenal sebagai Operating Ijarah.
  2. Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai Ijarah Wa Iqtina yang artinya sama juga yaitu sama juga yaitu menyewa dan setelah itu diakuisisi oleh penyewa ( finance lease ).

Dalam hal penggunaan prinsip syariah pada pembiayaan ijarah. Ijarah adalah akad sewa menyewa, sedangkan pembiayaan ijarah adalah perjanjian untuk membiayai kegiatan sewa menyewa.  Pada ijarah, bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu miliknya atau bukan miliknya. Yang penting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas aset yang kemudian disewakannya.

Fatwa DSN tentang ijarah ini kemudian diadopsi kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 yang menjelaskan bahwa bank dapat bertindak sebagai pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa yang kemudian menyewakan kembali (para 129). Namun tidak seluruh fatwa DSN diadopsi oleh PSAK 59, misalnya fatwa DSN mengatur bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa; sedangkan PSAK 59 hanya mengakomodir objek ijarah yang berupa manfaat dari barang.

Pada pembiayaan ijarah, bank berkedudukan sebagai penyedia uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu dalam rangka penyewaan barang berdasarkan prinsip ijarah. Mengikuti penjelasan ijarah dalam PSAK 59, maka pembiayaan ijarah dapat digunakan untuk membiayai penyewaan barang yang kemudian disewakannya kembali kepada nasabah, dan dapat pula digunakan untuk membiayai pembelian barang yang kemudian disewakannya kepada nasabah. (www.rumahmakalah.wordpress.com, pembiayaan ijarah, 12 Desember 2012)

  1. 7.      Pembiayaan Musyarakah

Dalam aplikasi perbankan syariah, musyarakah terutama diterapkan dalam pembiayaan, di mana bank sebagai pemilik modal bekerjasama dengan pengusaha, dengan kontribusi modal dan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Pembiayaan musyarakah di perbankan syariah bisa berikan dalam berbagai bentuk, di antaranya:

Pertama, musyarakah permanen (continous musyarakah), di mana pihak bank merupakan partner tetap dalam suatu proyek atau usaha. Model ini jarang dipraktikkan, namun musyarakah permanen ini merupakan alternatif menarik bagi investasi surat-surat berharga atau saham, yang dapat dijadikan salah satu portfolio investasi bank.

Kedua, musyarakah digunakan untuk pembiayaan modal kerja (working capital), di mana bank merupakan partner pada tahap awal dari sebuah usaha atau proses produksi. Dalam model pembiayaan ini, pihak bank akan menyediakan dana untuk membeli aset atau alat-alat produksi, begitu juga dengan partner musyarakah lainnya.

Setelah usaha berjalan dan dapat mendatangkan profit, porsi kepemilikan bank atas aset dan alat produksi akan berkurang karena dibeli oleh para partner lainnya, dan pada akhirnya akan menjadi nol, model pembiayaan ini lebih dikenal dengan istilah deminishing musyarakah, dan model ini yang banyak diaplikasikan dalam perbankan syariah.

Ketiga, musyarakah digunakan untuk pembiayaan jangka pendek. Musyarakah jenis ini bisa diaplikasikan dalam bentuk project finance atau pembiayaan perdagangan, seperti ekspor, impor, penyediaan bahan mentah atau keperluan-keperluan khusus nasabah lainnya. (www.okezone.com, Pembiayaan Bagi Hasil Musyarakah, 12 Desember 2012)

  1. B.     Penelitian Terdahulu
    1. 1.      M. Taimoor Hassan, Mehtab Ahmed, Muhammad Imran, Azhar Naeem, Mudassir Waheed, Shahbaz Ahmed (2012)

Customer Perception Regarding Car Loans in Islamic and Conventional Banking

Penelitian ini bertujuan untuk melihat persepsi pelanggan tentang kredit mobil di Perbankan Syari’ah dan konvensional. Penelitian ini menggunakan data primer yang sampelnya diambil dari para pelanggan/nasabah perusahaan bahawalpur. Teknik statistik yang digunakan adalah dengan uji chi-square untuk menganalisis data. Dari 120 kuesioner yang disebar hanya 104 yang dikembalikan, dan kebanyakan dari responden lebih banyak memilih bank konvensional dibandingkan bank syari’ah untuk kredit pemilikan mobil.

 

  1. 2.      Neni Sri Imaniyati:

“Sistem dan Proses Perjanjian Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil Pada Bank Muamalat Indonesia”

Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif. Sifat penelitian deskriptif analisis. Penganbilan data dilakukan melalui studi kepustakaan (librari research). Untuk mendukung penelitian ini dilakukan, dilaksanakan pula penelitian lapangan (field research). Teknik yang digunakan dalam penelitian lapangan adalah wawancara dan penyebaran koesioner. Lokasi penelitian adalah Bank Muamalat pusat di Jakarta dan Bank Muamalat cabang Bandung. Pemilihan dan pengambilan sampel dilakukan dengan purposif sampling. Selanjutnya data yang telah diperoleh dianalisis dengan analisis kualitatif.

            Dari penelitian diketahui bahwa sistem yang digunakan Bank Muamalat Indonesia dalam melaksanakan kegiatan perbankan baik dalm hal funding maupun placement dilandasi oleh prinsip – prinsip ekonomi berdasarkan syariah Islam yang mengacu pada hubungan akad perniagaan ekonomi Islam, yaitu konstruksi hukum berdasarkan akad jual beli (ba’iu), perserikatan (syirkah), titipan (al – wadi’ah), sewa (al – ijaroh), pemberian jaminan (al – kafalah). Khusus dalam pembiayaan (kredit) dikenal dengan peembiayaan kebajikan (Qordul Hasan). Perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil merupakan salah satu jenis pembiayaan yang lahir dari hubungan akad persekutuan (syirkah).

 

  1. 3.      Didik Hijrianto:

Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. Merupakan cara atau prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data skunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan, sehingga dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil penelitian dan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan maka diperoleh tahapan-tahapan/prosedur pelaksanaan ijarah muntahiyah bittamlik yaitu pengajuan permohonan, analisa pembiayaan, persetujuan komite pembiayaan, surat penegasan pembiayaan (SP3), Daftar pengecekan realisasi pembiayaan (DPRP), penandatanganan pembiayaan, pembayaran ijarah muntahiyah bittamlik, pada akhir priode nasabah boleh memilih untuk membeli atau tidak barang yang telah disewa.

Faktor-faktor untuk diberikannya pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik meliputi aspek yuridis, aspek keuangan, aspek manajemen, aspek teknis dan produksi, aspek pemasaran, aspek jaminan, aspek social ekonomi, dan AMDAL serta identifikasi mitigasi resiko. Akad ijarah muntahiyah bittamlik adalah akta dibawah tangan, yang berbentuk baku atau standar artinya telah ditentukan oleh satu pihak atau salah satu pihak yaitu dalam hal ini pihak Bank Muamalat, kemudian akta dibawah tangan tersebut di legalisasi oleh Notaris sebagai alat bukti.

 

 

  1. 4.      Muhammad Imaduddin:

Determinants Of Banking Credit Default In Indonesia: A Comparative Analysis (Determinan Dari Standar Kredit Di Indonesia: Sebuah Analisis Perbandingan)

Berangkat dari model yang dikembangkan oleh Jimenez dan Saurina (2006), penelitian ini bertujuan untuk membandingkan analisis faktor-faktor penentu standar kredit pada perbankan syariah dengan perbankan konvensional di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis data time-series, dimana metode yang digunakan adalah regresi linier sederhana (OLS). Pada penelitian di gunakan 40 data bulanan yang di amati dari bulan Januari 2003 sampai bulan April 2006. Penelitian ini dibagi menjadi dua model, yaitu model perbankan syariah dan model perbankan konvensional.

Nilai-nilai dari non-performing financing (NPF) dalam perbankan syariah dan non-performing loan (NPL) pada perbankan konvensional diperlakukan sebagai variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua bulan tertinggal dari non-performing financing (NPF), total aset (ASSET), jumlah pihak ketiga-dana (TPF), satu bulan tertinggal dari total pembiayaan (DFIN), dan pertumbuhan gross domestik-variabel produk (GDPG) memiliki dampak signifikan terhadap rasio non-performing financing (NPF) di perbankan syariah. Sementara itu, tiga-bulan tertinggal dari non-performing loan (DDDNPL), total aset (Casset), tiga bulan serta dua bulan periode tertinggal dari total pinjaman (DDDCRED dan DDCRED), antar bank pasar uang (PUAB), dan pertumbuhan gross-domestik (GDPG) yang signifikan untuk mempengaruhi rasio non-performing loan (NPL) di perbankan konvensional. Hasil penelitian juga tersirat bahwa secara umum Pemilu 2004 memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasio non-performing financing (NPF) di perbankan syariah.

Meskipun dari awal, tampaknya perbankan syariah memiliki kinerja yang lebih baik daripada perbankan konvensional dengan memiliki NPF relatif rendah, studi ini, bagaimanapun, telah menemukan berlawanan. Meskipun, perbankan syariah menunjukkan panjang berjalan baik serta jangka pendek dinamika antara semua variabel di awal, setelah memodifikasi model ke autoregresi dalam analisis utama, hasil menunjukkan bahwa perbankan konvensional memiliki kinerja yang lebih baik daripada Islam perbankan dengan korelasi tinggi determinasi.

Dalam hal ini, kita tidak bisa mengasumsikan bahwa perbankan Islam berkinerja buruk dalam mengelola masalah standar kredit. Ini adalah karena hasilnya tersirat bahwa tingkat perbankan syariah R-squared, R-bar-squared dan Nilai DW baik. Oleh karena itu, meskipun perbankan syariah masih relatif baru di Industri perbankan Indonesia, namun ia telah menunjukkan kinerja yang baik dalam risiko kredit perbankan manajemen dan dapat bersaing head-on dengan perbankan konvensional, masing-masing.

 

  1. 5.      Wuri Arianti dan Harjum Muharam

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF) Dan Return on Asset (ROA) Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia Periode 2001-2011)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui tahap pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi data, hasil analisis mengenai pengaruh DPK, CAR, NPF, dan ROA terhadap Pembiayaan, maka dapat dismpulkan sebagai berikut:

 

1)      Model regresi yang dipergunakan layak karena telah memenuhi uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolonieritas, dan uji heterokedastisitas.

2)      Berdasarkan hasil pengujian H1, menunjukkan bahwa variabel DPK berpengaruh positif signifikan terhadap Pembiayaan, hal ini ditunjukkan dengan signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yakni 0,000 dan koefisien 0,906 sehingga DPK berpengaruh positif terhadap pembiayaan.

3)      Berdasarkan hasil pengujian H2, menunjukkan bahwa variabel CAR tidak berpengaruh terhadap Pembiayaan, hal ini ditunjukkan dengan signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yakni 0,701, dan koefisien -15374, sehingga CAR tidak berpengaruh terhadap Pembiayaan.

4)      Berdasarkan hasil pengujian H3, menunjukkan bahwa variabel NPF tidak berpengaruh terhadap Pembiayaan, hal ini ditunjukkan dengan signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yakni 0,582 dan koefisien -19262,17, sehingga NPF tidak berpengaruh terhadap Pembiayaan.

5)      Berdasarkan hasil pengujian H4, menunjukkan bahwa variabel ROA tidak berpengaruh terhadap Pembiayaan, hal ini ditunjukkan dengan signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yakni 0,457 dan koefisien 90277,47.

6)      Secara simultan semua variabel yakni DPK, CAR, NPF, dan ROA berpengaruh signifikan terhadap Pembiayaan Koefisien determinasi sebesar 0,989 menjelaskan bahwa variabel dependen yakni Pembiayaan, dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya yakni DPK, CAR, NPF, dan ROA sebesar 98,9% dan sisanya sebesar 1,1% dijelaskan oleh variable – variabel lain di luar variabel ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. C.    Kerangka Pemikiran

 

 
 

ANALISIS PENGARUH PRODUK JASA TABUNGAN WADI’AH, GIRO WADI’AH, TABUNGAN MUDHARABAH DAN DEPOSITO MUDHARABAH TERHADAP VOLUME PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARI’AH (Studi Kasus PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Periode 2002-2012)

 

 

 

 

 

 

 

                                                  

 

Tabunan Wadiah

(X1)

 

Giro Wadiah

(X2)

 

                

 

 

 

 

           
   

Tabungan Mudharabah

(X3)

 

   
   
 

 

 

 

 

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Uji Asumsi Klasik

  • Uji Normalitas
  • Uji Multikolinieritas
  • Uji Heteroskedastisitas
  • Uji Autokorelasi

 

 

                                                                                                                   

 

 

 

 

 

 

 
   

 

 

 

 

 

   

 

 

 

 

 

 

  1. D.    Hipotesis Penelitian

Adapun perumusan hipotesa penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Ho: tidak ada pengaruh antara penggunaan jasa tabungan wadiah terhadap volume pembiayaan murabahah pada Bank Mu’amalat Indonesia periode 2002 – 2012.

Ha: ada pengaruh antara penggunaan jasa tabungan wadiah terhadap volume pembiayaan murabahah pada Bank Mu’amalat Indonesia periode 2002 – 2012.

 

  1. Ho: tidak ada pengaruh antara penggunaan jasa giro wadiah terhadap volume pembiayaan murabahah pada Bank Mu’amalat Indonesia periode 2002 – 2012.

Ha: ada pengaruh antara penggunaan jasa giro wadiah terhadap volume pembiayaan murabahah pada Bank Mu’amalat Indonesia periode 2004 – 2012.

 

  1. Ho: tidak ada pengaruh antara penggunaan jasa tabungan mudharabah terhadap volume pembiayaan murabahah pada Bank Mu’amalat Indonesia periode 2004 – 2012.

Ha: ada pengaruh antara penggunaan jasa tabungan mudharabah terhadap volume pembiayaan murabahah pada Bank Mu’amalat Indonesia periode 2002 – 2012.

 

  1. Ho: tidak ada pengaruh antara penggunaan jasa deposito mudharabah terhadap volume pembiayaan murabahah yang digunakan pada pada Bank Mu’amalat Indonesia periode 2002 – 2012.

Ha: ada pengaruh antara penggunaan jasa deposito mudharabah  terhadap pembiayaan murabahah yang digunakan pada pada Bank Mu’amalat Indonesia periode 2002 – 2012.

 

  1. Ho: tidak ada pengaruh antara produk jasa tabungan waadiah, giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah terhadap volume pembiayaan murabahah pada Bank Mu’amalat Indonesia periode 2002 – 2012.

Ha: ada pengaruh antara produk jasa tabungan waadiah, giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah Pembiayaan pada Bank Mu’amalat Indonesia periode 2002 – 2012.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

  1. A.    Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data penelitian merupakan faktor yang penting yang menjadi pertimbangan yang menentukan metode pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder yang bersifat time series dalam bentuk triwulan dari tahun 2002 -2012 tentang analisis pengaruh jasa tabungan wadi’ah, giro wadi’ah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah terhadap volume pembiayaan murabahah pada bank syari’ah (studi kasus PT Bank Muamalat Indonesia tbk periode 2002-2012). (www.muamalatbank.com, laporan triwulan  bank muamalat indonesia , jakarta, 11 desember 2012)

Data yang dipakai dalam penelitian ini meliputi:

  1. Data pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat periode 2002 – 2012 menggunakan data triwulan.
  2. Data tabungan wadiah pada Bank Muamalat periode 2002 – 2012 menggunakan data triwulan.
  3. Data giro wadiah pada Bank Muamalat periode 2002 – 2012 menggunakan data triwulan.
  4. Data tabungan mudharabah pada Bank Muamalat periode 2002 – 2012 menggunakan data triwulan.
  5. Data deposito pada Bank Muamalat periode 2004 – 2012 menggunakan data triwulan.

 

 

 

 

  1. B.     Teknik Analisis

Dalam pengolahan data, digunakan penerapan metode regresi linier berganda (Ordinary Least Square/OLS) untuk model regresi linier berganda dengan didukung oleh analisis kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrik untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hubungan antara variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Penulis menggunakan alat bantu ekonometrika (software) yaitu Eviews. Dalam penelitin ini juga menggunakan uji asumsi klasik (uji normalitas, uji autokorelasi, uji heterokedastisitas. Uji multikolinearitas) dan uji hipotesis (uji f statistic dan uji t statistic).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFERENSI

 

Antonio, Muhammad Syafi’i. “Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Cetakan pertama, Gema Insani, Jakarta, 2001

Arianti, Wuri, dan Muharam , Harjum, Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (Dpk), Capital Adequacy Ratio (Car), Non Performing Financing (Npf) Dan Return On Asset (Roa) Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah, Tidak Diterbitkan

Dahlan, Selamet, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Intermedia, 1995

Hassan, M. Taimoor, dkk, Customer Perception Regarding Car Loans in Islamic and Conventional Banking, Paskistan: International Journal of Learning & Development, 2012

http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=25446, 6 November 2012

https://doc-00-94-docsviewer.googleusercontent.com, 31 Desember 2012

www.bi.go.id, statistik perbankan dan statistik perbankan syariah

www.muamalatbank.com, laporan triwulan  bank muamalat indonesia , jakarta, 11 desember 2012

www.muamalatbank.com, Pembiayaan, Jakarta, 11 Desember 2012

www.muamalatbank.com, Produk Jual Beli Istishna’, Jakarta, 11 Desember 2012

www.okezone.com, Pembiayaan Bagi Hasil Musyarakah, 12 Desember 2012

www.rumahmakalah.wordpress.com, pembiayaan ijarah, 12 Desember 2012

 

BAI’ BI TSAMAN ‘AJIL

v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

MicrosoftInternetExplorer4

st1\:*{behavior:url(#ieooui) }

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”,”serif”;}

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………i

DAFTAR ISI……………….…………………………………………….…………….ii

 

BAB I PENDAHULUAN…..………………………………………………………           ….1

1.1  Latar Belakang……………………………………………………………..………………1

1.2  Batasan Masalah……………..……………………………………………………….…….2

1.3  Tujuan Penulisan…………………….…………………………………………………….2

1.4  Metode Pengumpulan Data…….…………………………….……………………………2

 

BAB II PEMBAHASAN………..……………………………………………………………..2

Macam-Macam Jual Beli Khusus dan Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah………2

II.1. Pengertian Ba’I Bitsaman Ajil…………………………….…………..…………………..2

II.2. Dasar Hukum BBA……………….………………………………………………………6

II.3. Rukun dan Syarat BBA …………………………..…………………………………..….7

II.4. Aplikasi Ba’i  al-Murabahah, Ba’I as-Salam, Ba’I al Istisna, dan BBA dalam Lembag Keuangan Syariah………………………………….………………………………….…….…7

 

BAB III PENUTUP…………………………………..……………………………….………15

III.1 Kesimpulan……………….………….…………………….……………………………15

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………15

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I PENDAHULUAN

 

I.                   1. LATAR BELAKANG

Sistem Perbankan Islam telah mengamalkan mekanisme-mekanisme yang dapat menghindari riba’ sepenuhnya. Mekanisme yang digunakan ialah pembiayaan Al-Bai’ Bithaman Ajil, al-Murabahah dan al-Mudarabah. Dalam sistem perbankan konvensional pula,’Skim Perbankan Tanpa Faedah’ (SPTF) telah dilaksanakan. Selain itu, terdapat mekanisme pembiayaan tanpa riba’ lain yang terdapat dalam sistem Perbankan Islam. Antaranya adalah seperti Bai’ Al-Inah, Al-Wakalah, Al-Ijarah, Bai’Al-Salam, Bai’ Al-Dayn, Al-Hiwalah dan Al-Bai’ Al-Tijari. Mekanisme pembiayaan Al-Bai’ Bithaman Ajil telah digunakan secara meluas dalam kebanyakan sistem Perbankan Islam di Idonesia dan di Malaysia.


Mekanisme pembiayaan Al-Bai’ Bithaman Ajil, al-Murabahah dan al-Mudarabah telah berjaya dilaksanakan oleh Bank Islam dan semua bank konvensional yang mempunyai lesen untuk menjalankan sebahagian daripada prinsip syariah Perbankan Islam. Mekanisme ini turut dilaksanakan oleh Bank Rakyat, Koperasi Muslimin, Koperasi Belia Islam (KBI) dan Koperasi Kohilal yang menjalankan mekanisme pembiayaan al-murabahah.


Ketiga-tiga mekanisme tersebut telah mencatatkan jumlah pemohon paling ramai berbanding mekanisme lain. Pembiayaan tersebut turut dilaksanakan oleh bank konvensional dan telah telah merekodkan jumlah peratusan yang paling tinggi berbanding mekanisme lain. Contohnya, pada tahun 1995, Bank Bumiputera Malaysia Berhad (BBMB) telah mencatatkan pembiayaan berjumlah RM 230 juta dan Malayan Banking Berhad pula mencatatkan jumlah pembiayaan sebanyak RM 3.5 juta.

 

II.                1. BATASAN MASALAH

Di dalam makalah ini akan di bahas yaitu :

1.      Apa yang dimaksud Ba’i Bitsaman Anjil?

2.      Apa saja yang menjadi dasar hukum Ba’i Bitsaman Anjil  ?

3.      Apa saja rukun dan syarat Ba’i Bitsaman Anjil?

4.      Bagaimana aplikasi Ba’i Bitsaman Anjil, Murabahah, Ba’I As-Salam, dan Istisnah dalam Lembaga Keuangan Syariah  ?

III.       1. TUJUAN PENULISAN

1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan BBA.

2.      Untuk mengetahui apa saja landasn hukum BBA.

3.      Untuk mengetahui apa saja rukun-rukun BBA.

4.      Untuk mengetahui bagaimana pengaplikasian BBA, Murabahah, Salam, dan Istisnah dalam Lembaga Keuangan Syariah. 

 

 

 

 

 

IV.             1.  METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam penyusunan makalah ini, perlu sekali pengumpulan data serta sejumlah informasi aktual yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Sehubungan dengan masalah tersebut dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yang pertama dengan membaca buku sumber, kedua browsing di Internet,terakhir dengan pengetahuan yang penulis miliki.

 

 

BAB II PEMBAHASAN

 MACAM-MACAM JUAL BELI KHUSUS DAN APLIKASINYA  DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

 

II.                1. Pengertian Ba’i Bitsaman Anjil (BBA)

 

Bai’ Bithaman Ajil (BBA) secara definisi dapat dilihat dari tiga buah kata berbeda. Al-Bai’ berarti jual, thaman berarti harga, dan ajil berarti menunda. Akad Bai’ Bithaman Ajil merupakan akad transaksi jual-beli, dengan melakukan penjualan pada tingkat keuntungan yang disepakati, dengan pembayaran yang ditunda. Jadi BBA bukan merupakan transaksi pinjaman. Dengan kata lain, BBA merupakan akad Murabahah dengan pembayaran yang ditunda. Di beberapa negara di Timur Tengah, akad ini dikenal dengan istilah Bay’ Muajjal.

 

Istilah Bai’ Bitsaman ajil sesungguhnya istilah yang baru dalam literatur fiqih Islam. Meskipun prinsipnya memang sudah ada sejak masa lalu. Secara makna harfiyah, Bai’ maknanya adalah jual beli atau transaksi. Tsaman maknanya harga dan Ajil maknanya bertempo atau tidak tunai. Jenis transaksi ini sesuai dengan namanya adalah jual beli yang uangnya diberikan kemudian atau ditangguhkan. Tsaman Ajil maknanya adalah harga belakangan. Maksudnya harga barang itu berbeda dengan bila

dilakukan dengan tunai.

 

Ada beberapa pengertian tentang ba’i bitsaman ajil (BBA) yang berpendapat tentang pengertian BBA antara lain:

 

Muhamad (2000:119) berpendapat ba’i bitsaman ajil (BBA) pembiayaan berakad jual beli, adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bank Islam dengan nasabah, dimana bank Islam menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara menyicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang dibayarkan oleh peminjaman adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up yang disepakati.

 

Menurut Hertanto Widodo, dkk (1999:49) bahwa bai’ bitsaman ajil adalah akad jual beli barang dengan pembayaran cicilan, sedangkan harga jual adalah harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Menurut Antonio (2001:101) bahwa bai’ bitsamanil ajil adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ bitsamanil ajil, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan suatu imbalan. Al-bai’ bitsamanil ajil dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai al-bai’ bitsamanil ajil kepada pemesan pembelian (KPP).

 

Pendapat lain Triandaru, dkk (2006: 124) bai’ bitsaman ajil adalah akad jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan tertentu dan pembayarannya dilakukan atas dasar angsuran. Besarnya tingkat keuntungan, jangka waktu pembayaran, dan jumlah angsuran tersebut didasarkan pada kesepakatan antara penjual dan pembeli. Pembayaran ini ditujukan bagi nasabah yang akan membeli barang modal atau barang untuk tujuan investasi lainnya. Pembiayaan ini ada kemiripan dengan kredit investasi yang diberikan oleh bank konvensional. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa bai’ bitsaman ajil (BBA) merupakan pembiayaan yang berakad jual beli dimana suatu perjanjian yang disepakati antara BMT dengan anggotanya, BMT menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjaman adalah jumlah atas dasar harga barang modal dan markup yang telah disepakati.

 

 

II.                2. Dasar Hukum BBA

 

Al-qur’an mengizinkan transaksi dalam bisnis selagi transaksi tersebut tidak keluar dari konteks syari’ah (agama). Menurut Muhammad (2000:23), adapun ayat-ayat yang dapat dijadikan rujukan dasar akad Bai’ Bitsaman Ajil, adalah sebagai berikut:

 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan hak sesamamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (An-Nisa’: 29)

 

Penjelasan: Jual beli dimana murabahah dan al-bai’ bitsamanan ajil merupakan bagian terpenting dari padanya, merupakan bagian terbesar dari rangkaian perniagaan dan bisnis Pada surat Al-baqarah ayat 275 juga telah dijelaskan yang

berbunyi:

 

Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

 

Kalimat diatas menjelaskan bahwa Allah itu tidak melarang adanya praktek jual beli tetapi Allah melarang/mengharamkan adanya riba. Dan dalam Hadist juga telah disebutkan, Muhammad (2000:23) yang berbunyi:

 

“Dari Suhaib r.a bahwa Rosullah SAW bersabda: ada tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkatan, yaitu: menjual secara kredit, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), mencampurkan tepung dengan gandum untuk kepentingan rumah tangga dan bukan untuk dijual ” (HR. Ibnu Majah No: 2280).

 

Penjelasan: Al-murabahah dan Al-bai’ Bitsamanan Ajil merupakan salah satu bentuk pembiayaan secara kredit karena pembiayaannya dilakukan pada waktu jatuh tempo atau secara cicilan.

 

 

 

 

II.        3. Rukun dan Syarat BBA

Al Bai’ Bithaman Ajil adalah Ba’I al-Murabahah yang di bayarkan secara tangguh. Syarat-syarat dan rukun dasar dari produk ini sama dengan murabahah . Perbedaan diantara keduanya terletak pada cara pembayaran, dimana pada pembiayaan murabahah pembayaran ditunaikan setelah berlangsungnya akad kredit, sedangkan pada pembiayaan Al Bai’Bithaman Ajil cicilan baru dilakukan setelah nasabah penerima barang mampu memperlihatkan hasil usahanya. Rukunnya, yaitu:

a.       Penjual

b.      Pembeli

c.       Barang yang diperjual-belikan

d.      Harga dan

e.       Ijab- qabul

 

Syarat-syarat BBA:

 

a.       Pihak yang berakad

1.Sama-sama ridha/ikhlas

2.Mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli.

 

b.   Barang objek

1.      Barang meskipun tidak di tempat, namun ada pernyataan  kesanggupan untuk      mengadakan barang tersebut.

2.      Barang itu milik sah penjual dan sesuai dengan pernyataan penjual.

3.      Barang yang diperjual belikan harus berwujud.

4.      Tidak termasuk kategori yang diharamkan.

 

c.Harga

1.      Harga jual beli bank adalah harga beli ditambah margin

keuntungan.

2.      Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.

3.      Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama.

 

 

III.             4. Aplikasi Ba’i  al-Murabahah, Ba’I as-Salam, Ba’I al Istisna, dan BBA dalam Lembaga Keuangan Syariah

 

1.      Aplikasi al-Murabahah dalam Lembaga Keuangan

 

Prinsip murabahah itu mengacu pada Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Departemen Keuangan Nomor: Per-04/Bl/ 2007 tentang akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.  Aplikasi pada Federal International Finance (FIF) disebutkan bahwa perusahaan tersebut menggunakan murabahah untuk kegiatan pembiayaan syariah. Kontribusi pembiayaan syariah berkisar 15% dari total pembiayaan sebuah perusahaan.


Pengertian murabahah sendiri adalah sebuah akad pembiayaan yang digunakan untuk pengadaan barang melalui penegasan harga beli kepada para pembeli dan kemudian pembeli membayarkannya melalui sistem angsuran dengan harga yang lebih tinggi yang akan dipergunakan sebagai laba. Secara lebih jelasnya skema murabahah adalah skema pembiayaan yang dilakukan baik oleh institusi keuangan maupun sebagai klien. Hal tersebut berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional dan Regulasi bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 (Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah).

Skema transaksi pada murabahah haris memenuhi beberapa persyartan yang dijadikan sebagai rukun, yakni : eksistensi penjual, eksistensi pembeli, objek, harga serta perjanjian /ijab gabul (sighat). Terdapat beberapa kondisi untuk mengaplikasikan skema murabahah, antara lain :


1. Harga transaksi adalah harga jual, dimana harga jual harus diinformasikan


2. Margin transaksi ditentukan pada permulaan akad dan tidak berubah sepanjang      periode akad.


3. Durasi pembayaran berdasarkan akad perjanjian


4. Bank mengizinkan beberapa pembiayaan dengan kualifikasi yang disetujui oleh pihak perbankan


5. Pada saat bank merepresentasikan klien (wakalah) untuk membeli produk, akan murabahah harus dijalani manakala barang/jasa tersebut telah menjadi property perbankan.


6. Pembayaran pada murabahah dapat dilakukan secara kas maupun cicilan


7. Bank diizinkan untuk membuat pembayaran tambahan manakala menandatangani perjanjian tetapi ada beberapa norma yang dikenakan, antara lain :


o Jika klien menolak untuk membeli barang setelah membuat pembayaran tambahan, biaya real yang dihadapi perbankan dibayarkan dari pembayaran tambahan dan bank mengembalikan sisa dari pembayaran tambahan kepada klien.
o Jika klien mencancel pembelian barang, maka apa yang telah dibayarkan klien menjadi property perbankan sebagai penggantian efek kerugian yang dihadapi perbankan
Demikianlah beberapa aplikasi murabahah pada pembiayaan syariah di Indonesia.

 

2.      Aplikasi Salam Dalam Perbankan

 

Dalam masyarakat terdapat angggapan yang menyatak bahwa jual-beli Salam tidak lain halnya dengan jual beli ijon. Pdahal paa dasrnya terdapat perben yng sangat besar antara keduanya. Dalam ijon, barang yang dibewli tidak diukur tau ditimbng secara jelas dan Spesifik. Demikian juga penetapan hrtga yang seringkali sangat dominan dan bergantung kepada salah satu pihak, yaitu pihak tengkulak yang seringkali menekn petni yan posisiny lebih lemh.

 

Biasanya dalam praktek  ijon pembeli membayar lunas harga buah-buahan di pohon yang masih belum matang (masih hiajua). Ketika panen tiba, berapapun jumlah buah yang ada di pohion adalah milik pembeli. Mungkin pembeli mendapoatkan keuntunan besar ketika buyah yang i panen lebih banyak daripada yang diperkirakan. Tu mungkin pula si tengkulak mendapati kerugian besar ketika panen ternyata hasilnya lebih sedikit. Jadi isini terdapaty iunsur ketidkjelsn (gharar) dalam hl dan jumlah barang yang diperjualbelikan. Demikian pula hal ini menunjukan bahwwa dalam praktek ijon tiak terdapat kejelasan mengenai waktunya.

 

Dalam jual-beli Salam tidak sama seperti jual-beli Salam karena dalam jual-beli Salam kulitas dan kuantitas barang serta waktu peneyerahan barang sudah ditentuykan dan telah disepakati oleh keduanya sebelumnya, sehinggfa idalamnya tidak unsur ghara. Oleh karena itum, apabilka panen kemuin buahnya kurng, maka penju7al harus memenuhi kekurangan tersebut dari pohon yang lain. Tetapi bila lebih maka kelebihannya menjadi milik penjual.

 

Dalam prakteknya perbankan syariah, Jual-beli Salam lazim ditetapkan pada pembelian alat-alat pertnian, barang-barng industri, dan kebutuhan rumah tangga. Nasabah yang memerlukan biaya untuk memproduksi barang-barang industri dapt mengajukan pembiayaanm ke bank syariah dengan skim jual-beli Salam. Dalm hal ini bank mempunyio posisi sebagai pemesan (pembeli) barang yang akan diproduksi oleh nsabah.

 

Untuk itu, bank lah yang akan membayar harga barang tersebut secara kontan. Pada waktu yang telah diutentukan, maka nasabha menyerahkan barang pesann tersebut kepada pihk bank. Selnjutnya bank bis menunjuk nasabah tersebut sebagai wakilnya untuk menjul barang tersebut kepda pihak ketiga secara tunai. Pihak bank juga bisa menjual kembali barang itu kepaa nasabah yang memproduksinya itu secara tangguh (bitsaman aijl) dengan mengambil keuntungan tertentu.

Jadi setelah akad Salam tuntas dengan diserahkannya barang oleh nasabha (penujal) kepaa bnk (pembeli), masih ada beberapa akad lain yang mengirinya. Kalu bamnk kemudian menujuk nasabah tersebut sebagai wakil bank untuk menjual bareang tersebut secara tunai kepada pihak ketiga, maka yang terjai adalah akad jual-beli murabahah bitsaman ajil. Dengan berlihnya kepemilikan barang itu kepada nasaabah, sedngkan ia belum membayar sepeserpun kepadsa bank, maka timbullah dayn (hutang). Selanjutrnya walaupun tidak wajib, biasanya diikuti dengan aka rahn, dimana bank menahan barang sebagai jaminan, baik barang tersebut berupa barang yang sudah ibeli kembali oleh nasabah tadi maupun barang yang lain.

 

Faktanya yng terjadi di lapanga menunjukkan bahwa bank tidaklah selalu mudah untuk menjual kembali barang industri yang dibelinya itu, baik kepaa pihak keytiga maupun kepada nasabah. Untuk itu lalu dilakukan akad Slam paralel, yaitu dua akad Salam yang dilakukan secra simultan antara bank dan nasabbah di satu pihak dan i anatar bank dan pemasok barang (supplier) di pihak lain. Menurut Dewan Pengawas Syariah Rajhi Banking & Investmenb Corportion telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktek Salam paralel dengan syarat pelaksanaannya transaksi Salam tidak berganbtung pada pelksan kad Salam yang pertama.[1][10] Namun, beberapa ulama kontemporer memberikn catatan atas transaksi Salam parlel, terutama jika perdangana dan transaksi semacam itu dilakukan  secara terus menerus hal ini diduga akan menujurus kepada riba.

 

Di bank-bank Islam yang sudh mapan seperti dio Sudan, Bahrain, dabn negara-negara Timur Tengah Lainnya, transaksi dilakukan dengan sistem Salam tungal. Konsekuensi dari praktek Slm ini dalh pihak bank hrus memiliki inventory yang dikelola secara profesional agar tidaka mengalami kerugian. Bank juga harus menyediakan guang tempat penyimpanan (warehouse) barng, baik milik sendiri maupun menyewa dari pihak lain. Jadi dalam hal ini bank bertindak sebagai pedagang yang terjun lngsung dalampermaian binis komoditi.

 

Seangkan di negara-negr yang masih memegan paradigma bank sebagai intermediary institution di mana bank tidak melakukan transaksi perdgngan secara lngsung, maka meknisme yang memungkinkan adalah penunna praktek Slam Paralel. Artinya bank melkukan transaksi Slm engn proidusen (Salam pertama) jika bank sudh memiliki nasabah sebagai calon pembeli (Salam kedua). Bank dalam hal inmi tidak perlu mengopersikan iuang karena pengiriman barang bisa ilakukan secara langsung oleh produsen kepada pembeli.

 

Dalam prakteknya, bisa saja transaksi antar bank dengan calon pembeli (pemesan) terjadi lebih dahulu (Salam Pertama) kemudian bank mencari produsen untuk memenuhi pesanan tersebut (Salm Kedua) .

 

3.      Aplikasi Ba’i al-Istishna dalam Perbankan

 

Pembiayaan konstruksi dan manufaktur dengan prinsip Bai’ Al-Istishna.Pada dasarnya pembiayaan Bai’ Al-Istishna merupakantransaksi jual beli cicilan seperti transaksi murabahah muajjal.Namun berbeda dengan jual beli murabahah di mana barangdiserahkan di muka sedangkan uang dibayar cicilan, sedangkandalam bai’ al-istishna barang diserahakan di belakang,walaupun uangnya juga sama-sama dibayar cicilan.Dalam aplikasinya produk ini pada perjanjian nasabah selaku pembeli atau pemesan, memberikan order atau pesanan barang dan uang muka kepada bank, sedangkan bank selakupenjual dengan janji akan mengirim barang pesanan tersebuttepat pada waktu dan tempat yang telah di tentukan di masayang akan datang, kemudian bank akan meneruskan pesanantersebut pada pihak lain yaitu kontraktor.

 

 

Cntoh Kasus:

Kasus

Sebuah perusahaan konveksi meminta pembiayaan untuk pembuatan kostum tim sepak bola sebesar Rp20.000.000,-. Produksi ini akan dibayar oleh pemesannya dua bulan yang akan datang. Harga sepasang kostum biasanya dipasarkan seharga Rp40.000,-, sedangkan perusahaan itu biasa menjual kepada bank sebesar Rp38.000,-.

 

Jawaban

Dalam kasus ini, produsen tidak ingin di ketahui modal pokok pembuatan kostum tersebut. Ia hanya ingin memberikan untung sebesar Rp2.000,- per kostum atau sekitar Rp1.000.000,- (20jt : 38 rb X Rp2.000,-) atau 5% dari modal. Bank bisa menawar lebih lanjut agar kostum itu lebih murah dan dijual kepada pembeli dengan harga pasar.

  

4.      Aplikasi BBA dalam Perbankan

A. Akad Bai’ Bithaman Ajil (BBA)

Pada akad ini, pembiayaan syariah dilakukan untuk membantu memfasilitasi masyarakat agar dapat memiliki rumah yang diinginkan sesuai kemampuan. Fasilitas yang diberikan ini adalah salah satunya berupa pembiayaan syariah dengan akad BBA.

Akad atau kontrak dalam pembiayaan rumah ini merupakan akad jual beli, yang paling banyak diterapkan di bank-bank Islam di Timur Tengah. Akad ini adalah akad Murabahah, yaitu bank melakukan pembelian rumah terlebih dahulu, dan menjualnya kepada konsumen dengan keuntungan yang disepakati.

Apabila pembeli rumah tidak memiliki kemampuan untuk membayar penuh, maka bank pun dapat memberikan keringanan kepada pembeli rumah. Pembeli rumah berhutang kepada bank untuk nilai uang yang disepakati setelah pembelian rumah dilakukan. Dan dari pinjaman ini, bank tidak diperbolehkan untuk mengambil riba berupa bunga dari pembeli rumah. Transaksi jual beli Murabahah dengan pembayaran yang ditunda biasa dikenal dengan istilah akad BBA.

Banyak umat Islam melihat transaksi ini adalah transaksi yang serupa dengan bunga dari suatu pinjaman. Tetapi menurut para cendekiawan muslim, transaksi ini telah memenuhi beberapa kondisi yang memang tidak melanggar aturan syariah. Penjualan rumah oleh bank kepada pembeli rumah dilakukan setelah bank membeli rumah dari penjual rumah. Pada saat ini, status kepemilikan rumah telah berpindah dari penjual yang lama ke bank. Dan pada saat bank sudah menjual rumahnya kepada pembeli rumah yang disertai dengan pengambilan keuntungan yang disepakati, maka status kepemilikan rumah saat ini telah berpindah kepada pembeli rumah.

Di dalam prakteknya, akad ini memiliki simpangan dengan definisi dari sisi teoritisnya. Kepemilikan rumah baru diberikan oleh bank kepada pembeli rumah pada saat pembeli rumah melakukan pelunasan. Artinya telah terjadi kejanggalan akad BBA yaitu status perpindahan kepemilikan rumah seharusnya terjadi pada saat akad tersebut baru dilakukan, yang diikuti dengan pinjaman yang harus dibayarkan oleh pembeli rumah kepada bank.

B. Skema Pembiayaan

Untuk skema dari akad Bai’ Bithaman Aji, dapat dilihat dari skema berikut ini.

Gambar IV.1.2. Skema Pembiayaan Rumah dengan akad Al-Bai-Bithaman Ajil[4]

 

v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

MicrosoftInternetExplorer4

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”,”serif”;}

Tahapan dari skema yang digambarkan di atas adalah sebagai berikut

  1. Konsumen melakukan identifikasi dan memilih rumah yang akan dibeli
  2. Bank membeli rumah dari penjual dengan cara tunai
  3. Bank menjual rumah kepada konsumen dengan harga jual merupakan penjumlahan harga beli dengan besar keuntungan
  4. Konsumen membayar rumah yang sudah dibeli oleh bank dengan cara mencicil.

Dari tahapan-tahapan tersebut, terdapat tiga kontrak perjanjian yang harus dilakukan agar akad Bai’ Bithaman Ajil ini dapat berjalan. Perjanjian pertama adalah Perjanjian Pembelian Properti (PBP), perjanjian ini melibatkan bank dengan penjual rumah yang mencakup pembelian properti yang dilakukan oleh bank dengan penjual rumah.

Yang kedua adalah Perjanjian Penjualan Property (PJP), yaitu perjanjian yang melibatkan bank dengan konsumen yaitu Bank menjual rumah kepada konsumen pada harga yang telah disepakati di dalam akad Bai’ Bithaman Ajil.

Perjanjian yang terakhir adalah Perjanjian Penjaminan (PP), yang melibatkan Bank dengan konsumen dalam hal penjaminan rumah. Konsumen menjaminkan rumahnya kepada bank sampai konsumen menyelesaikan pembayarannya.

C. Perhitungan

Perhitungan dari skema di atas  dapat digambarkan dalam contoh berikut.  Misalkan ada seseorang yang hendak menjual rumah seharga Rp100.000.000. Dan ada seorang pembeli B yang ingin membeli rumah tersebut dengan meminta bantuan Bank A memberikan pembiayaan, maka bank A dapat menawarkan kepada pembeli B untuk bekerja sama dengan akad BBA.

Maka kontrak pertama yang dilakukan adalah Bank A harus membeli rumah kepada penjual rumah dengan harga Rp100.000.000 dan akan dilanjutkan dengan perjanjian kontrak kedua, yaitu Bank A menjual rumahnya kepada pembeli B. Misal keuntungan yang disepakati adalah sebesar Rp30.000.000, maka Bank A menjual rumah kepada pembeli B seharga Rp130.000.000.

Setelah perjanjian kedua dilakukan, perjanjian yang ketiga harus dilakukan yaitu pembeli B yang tidak mampu melakukan pembayaran tunai, harus menjaminkan rumah tersebut kepada Bank A, sampai pembeli B selesai melakukan pembayaran cicilan yang disepakati. Misalkan, uang muka dari harga rumah tersebut adalah sebesar Rp10.000.000. Dan jangka waktu yang disepakati adalah 10 tahun (120 bulan). Maka cicilan yang menjadi kewajiban pembeli B adalah Rp130.000.000 – Rp10.000.000 = Rp120.000.000, yang kemudian dibagi dengan 120 bulan. Maka cicilan per bulannya adalah Rp1.000.000.

Apabila perhitungan tersebut digambarkan ke dalam skema akad BBA, berikut adalah skema aliran dana dengan menggunakan skema BBA.

Gambar IV.1.3.1. Skema Pembiayaan akad Al-Bai-Bithaman Ajil

Untuk kepentingan bank selaku penerbit produk pembiayaan rumah, bank pun perlu memperhatikan bagaimana arus kas dari setiap akad yang diterapkan. Berikut adalah waktu arus kas dari akad BBA.

Gambar IV.1.3.2. Skema Pembayaran akad Al-Bai-Bithaman Ajil

 

D. Potensi Masalah

Akad BBA ini seperti serupa dengan transaksi KPR konvensional, namun dari segi proses dan tahapannya sangat berbeda. Potensi yang mungkin terjadi dari akad ini adalah adanya kesalahan menjalankan dokumentasi dari sisi hukum karena rumah yang dibeli harus dimiliki terlebih dahulu oleh bank yang tidak boleh melakukan balik nama langsung menjadi atas nama konsumen.

Artinya adalah kepemilikan rumah tersebut harus diawali dengan perpindahan kepemilikan kepada bank yang memiliki hak dan kewajiban penuh atas rumah yang sudah dibeli. Kepemilikan rumah tersebut, dipindahkan kepada konsumen pada saat perjanjian kedua dilakukan, dimana konsumen memiliki wewenang penuh atas hak dan kewajiban selaku pemilik rumah yang bari dibeli.

Dari sisi keuangan, BBA merupakan akad yang cukup beresiko untuk negara dengan sistem keuangan ganda (konvensional dan syariah). Hal ini karena ketika terjadi kenaikan tingkat suku bunga bank sentral, satu-satunya cara adalah dengan melakukan floating BBA. Jika tidak dilakukan, bank penerbit pembiayaan syariah dapat terancam mengalami kerugian. Namun, mengubah keuntungan akad BBA dapat membatalkan akad dan melanggar syariah. Jelas floating BBA bukanlah solusi untuk permasalahan ini.

 

KESIMPULAN

Pada akhir pembahasan ini, terlihat bahwa konsep Bai’ Bithaman Ajil adalah praktek mekanisme didalam memfasilitasi aktivitas-aktivitas keuangan yang bebas dari elemen biaya yang tinggi sebagai basis dari sebuah penundaan pembayaran. Kemudian konsep ini dapat menjadi sebuah sarana dari istilah pembiayaan sebagai penawaran dengan sebuah lembaga keuangan, perusahaan kredit atau sebuah manufaktur tetap atau perusahaan perdagangan.

  

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

A. Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press dan Tazakia Cendikia, Jakarta, 2001.

An-Nabhani, Taqiyyuddin. Sistem Ekonomi Islam. Bogor. Al-Azhar Press, 2009.

 

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 13, alih bahasan Kamaluddin A. Marzuki, PT. Alma’arif, Bandung, 1995.

 

http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2204647-produk-produk-dan-jasa-perbankan/#ixzz1cH3EthFz

 


 

Teori Permintaan dalam Islam

TEORI PERMINTAAN IASLM

Abdul Wahid Hasyim

BAB I

PENDAHULUAN

Harapan saya setelah mempelajari mikro ekonomi Islam, kita akan mendapatkan keyakinan yang kuat tentang teori ekonomi mikro Islam yang relevan dan dapat diterapkan dalam dunia nyata. Salah satu tujuan kita adalah bagaimana menerapkan prinsip-prinsip ekonomi mikro Islam dalam pengambilan keputusan agar mendapatkan solusi terbaik, yaitu solusi yang akan menguntungkan kita dan tidak menzalimi orang lain. Dalam mikro ekonomi secara Islami juga akan dibahas mengenai pasar, fungsi dan ekuilibirum. Yakni pasar merupakan tempat atau keadaan yang mem- pertemukan antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) untuk setiap jenis barang dan jasa atau sumber daya.  (http://juragan makalah.blogspot.com, 2012/12, teori– permintaan–islami. html, diambil pada 25 Maret 2013)

  1. 1.      Pengertian Permintaan

Setelah saya membaca dari beberapa litelatur yang ada di buku maupun di situs-situs internet, saya dapat mengasumsi- kan bahwa permintaan dan penawaran adalah dua konsep yang mendasari kegiatan perekonomian yang sangat luas. Permintaan dan penawaran juga merupakan dua kata yang paling sering digunakan oleh para ekonom, keduanya merupakan kekuatan-kekuatan yang membuat perekonomian pasar bekerja.

Secara umum, Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa permintaan terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu; harga barang yang diminta, tingkat pendapatan, jumlah penduduk, selera dan perkiraan (spekulasi) harga barang di masa yang akan datang, dan harga barang lain atau barang substitusi. Bila faktor tingkat pendapatan, jumlah penduduk, selerea dan perkiraan (spekulasi) harga barang serta harga barang substitusi tetap, maka permintaan hanya ditentukan oleh harga.

Hal demikian, besar kecilnya perubahan permintaan ditentukan oleh besar kecilnya perubahan harga. Jika ini terjadi, maka berlaku perbandingan terbalik antara harga terhadap permintaan dan berbanding lurus dengan penawaran. Hukum permintaan  menyatakan, “Bila harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun, sebaliknya bila harga barang tersebut turun maka permintaan akan naik”. (http: // juraganmakalah. blogspot. com, 2012/12, teori–permintaan–islami.html, diambil pada 25 Maret 2013).

Menurut N. Gregory Mankiw dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Ekonomi Mikro” menyebutkan bahwa permintaan adalah sejumlah barang yang diinginkan dan dapat di beli oleh pembeli. Kita tahu bahwa untuk barang apa pun, ada banyak hal yang menentukan jumlah yang akan diminta pembeli, namun ketika kita menganalisis bagaimana pasar bekerja, satu hal yang sangat berperan adalah harga barang tersebut. Jumlah permintaan barang menurun ketika harga naik dan meningkat ketika harga turun. Hal ini berarti jumlah permintaan barang berbanding terbalik dengan harga.

Hubungan antara harga dengan jumlah permmintaan  ini berlaku untuk hampir semua barang dalam ekonomi, dan dalam kenyataannya, para ekonom dimana pun menyebut hal ini sebagai hukum permintaan. Jika hal-hal lain tetap, ketika suatu barang naik jumlah permintaan untuk barang tersebut akan turun. Sebaliknya, ketika harganya turun jumlah permintaan naik. (N.Gregory Mankiw, Principle of Micro Economics, jilid 1, Edisi Asia. Salemba Empat, Jakarta: 2012)

  1. 2.      Konsep Permintaan Dalam Islam  

Seperti yang telah saya tuliskan pada paragraf sebelum- nya, bahwa konsep ekonomi Islam mengenai permintaan dan penawaran ini mirip sekali dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu untuk ber- perilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi Islam, norma dan moral yang Islami merupakan prinsip Islam dalam melakukan kegiatan ekonomi, merupakan faktor yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya, sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi konvensional.

Contoh kecil yang membedakan antara konsep per- mintaan konvensional dengan permintaan Islam terdapat pada pengertian peanwaran menurut Mankiw yang menyebutkan bahwa: permintaan adalah sejumlah barang yang diinginkan dan dapat di beli oleh pembeli”. Jelas ini sangat bertentangan dalam Islam, karena dalam Islam seorang muslim  menerap- kan teori permintaan bukan karena menuruti apa yang ia inginkan, melaikan memenuhi apa yang ia butuhkan. Apabila seseorang meminta sejumlah barang karena keinginannya jelas ini hanyalah nafsu belaka, dan ini adalah hal yang bertentangan dengan moral yang Islami.

Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komuditi (barang dan jasa) tidak semuanya bisa untuk dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87 – 88 : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al – Maidah: 87 – 88).

Oleh karenanya dalam teori permintaan Islami membahas permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bias dikonsumsi atau digunakan.

Seperti pada contoh dan penjelasan sebelumnya, dalam motif permintaan Islam mengutamakan pada tingkat kebutuhan konsumen terhadap barang tersebut sedangkan motif permintaan konvensional lebih didominasi oleh nilai – nilai kepuasan. Konvensional menilai bahwa egoisme merupakan nilai yang konsisten dalam mempengaruhi seluruh aktivitas manusia. Permintaan Islam bertujuan mendapatkan kesejahteraan atau  kemenangan dunia juga akhirat, dan akhirat (falah) sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu kehidupan akhirat setelah meninggalkan dunia, sehingga anggaran yang ada harus disisihkan sebagai bekal untuk kehidupan akhirat. (http://eki–blogger.Blogspot.com,2012/09, teori– permintaan –dan–penawaran–ibnukhaldun.html, diambil pada 25 Maret 2013)

  1. 3.      Konsep Permintaan Menurut Ibnu Taimiyyah

Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah  hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai. Diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta. Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi Islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip – prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya. Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Aturan islam melarang seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam  keadaan darurat dimana apabila barang tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh terhadap nya muslim tersebut. Di saat darurat seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya. (http : // nonkshe. WordPress.com, 2010 / 12 / 09, teori – permintaan – dalam –pandangan– ekonomi – islam – dan – konvensional, diambil pada 25 Maret 2013)

Selain itu, dalam ajaran Islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran belum cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf), dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah). Islam tidak menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan kemegahan, kemewahan dan kemubadziran. Bahkan Islam memerintahkan bagi yang sudah mencapai nisab, untuk menyisihkan dari anggarannya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah. (http : // nonkshe. WordPress.com, 2010 / 12 / 09, teori – permintaan – dalam –pandangan– ekonomi – islam – dan – konvensional, diambil pada 25 Maret 2013)

  1. 4.      Permintaan Terhadap Barang Halal

Permintaan terhadap barang halal sama dengan perminta- an dalam ekonomi pada umumnya, yaitu berbanding terbalik terhadap harga, apabila harga naik, maka permintaan terhadap barang halal tersebut berkurang, dan sebaliknya, dengan asumsi cateris paribus. Apabila pilihan konsumen pada barang halal dan halal, maka kurva permintaannya sebagai berikut:

Kurva permintaa diturunkan dari titik-titik persinggungan antara indifference curve dengan budget line. Katakanlah seorang konsumen menghadapi pilihan untuk mengkonsumsi barang x dan barang y yang keduanya adalah barang halal.

Titik A, A’, A” menunjukkan konsumsi yang dialokasikan pada barang x, dan titik B menjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang y. Jika terjadi penurunan harga pada barang x dan harga barang y tetap, maka budget line akan bergerak ke kanan (dari titik A ketitik A’). Dan jika terjadi penurunan harga barang x yang kedua dan harga barang y tetap, maka budget line akan bergerak lagi ke kanan dan semakin memanjang (dari titik A’ ke titik A”). Titik potong sumbu x berubah, namun titik potong sumbu y tidak berubah, hal ini karena pada barang x mengalami penurunan harga. Indifferen curve bersinggungan pada budget line yang menunjukkan  konsumsi barang y sebesar Bdan konsumsi barang x sebesar A, A’, A”, hal ini dikarenakan barang x dan y adalah barang halal, lain halnya jika menghadapi pilihan untuk menkonsumsi barang halal dan haram.

Dari penjelasan di atas maka kita ketahui bahwa, semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Dengan demikian, kita mendapat slope kurva permintaan yang negatif untuk barang halal, sebagaimana lazimnya kurva permintaan yang dipelajari dalm ekonomi konvensional. (Karim, Adiwarman. A, Ekonomi Mikro Islam, Jilid 3, Rajawali Pres, Jakarta: 2007)

  1. 1.      Permintaan Barang Halal dalam Pilihan Halal-Haram

Apabila menghadapi pilihan antara barang halal dan haram, maka optimal solutionnya adalah corner solution, yaitu keadaan dimana kepuasan maksimal terjadi di kurva indiferen dengan konsumsi barang haramnya di titik 0.

Dengan kata lain, gunakan anggaran untuk mengkonsumsi barang halal seluruhnya. Apabila Y adalah barang haram dan X adalah barang halal, maka optimal solution nya adalah pada titik dimana konsumsi barang haram berada di titik 0. Apabila pilihan konsumen pada barang halal dan haram, maka kurva permintaannya sebagai berikut:

Diasumsikan seorang konsumen menghadapi pilihan untuk mengkonsumsi barang halal x dan barang haram y. Titik A, A’, A” menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasi- kan pada barang x, dan titik B menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang y. Jika terjadi penurunan harga pada barang x dan harga barang y tetap, maka budget line akan bergerak ke kanan (dari titik A ketitik A’) Dan jika terjadi penurunan harga barang x yang kedua dan harga barang y tetap, maka budget line akan bergerak lagi ke kanan dan semakin memanjang (dari titik A’ ke titik A”). Titik potong sumbu x berubah, namun titik potong sumbu y tidak berubah, hal ini karena pada barang x mengalami penurunan harga. Indifferen curve bersinggungan pada budget line yang menunjukkan  konsumsi barang y sebesar B0 dan konsumsi barang x sebesar A, A’, A”. Hal ini menunjukkan bahwa optimal solution untuk komuditas barang halal-haram berada pada titik di mana barang haram yang dikonsumsi berada pada level 0 (nol) atau sebanyak nol. Hal ini senada dengan perintah Islam tentang pelarangan untuk mencampuradukkan barang halal dan barang haram. (Karim, Adiwarman. A, Ekonomi Mikro Islam, Jilid 3, Rajawali Pres, Jakarta: 2007)

BAB II

ANALISIS IASLM

  1. 1.      Konsep IASLM

IASLM adalah penjabaran dari lima unsur variabel yang membentuk suatu model yang dituliskan secara sistematis sebagai berikut:            I = A, S, L, M

Di mana lima unsur dari variabel tersebut adalah:

 

  1. I     = Islam
  2. A   = Alif
  3. S    = Sin
  4. L    = Lam
  5. M   = Mim

 

Huruf – huruf pembetuk kata IASLM adalah alif, sin, lam, mim memiliki fungsi keterkaitan dalam membentuk nilai – nilai Islam. Dan biasanya huruf alif tidak ditulis dalam kata “salam” yang merupakan dasar kata Islam yang berarti selamat. Maka sisanya adalah sin, lam, mim.

IASLM merupakan suatu sistem dasar yang komprehensif. Semua permasalahan yang ada di dalam kehidupan sangat berhubungan dengan konsep ini dan konsep ini pun dapat memecahkan segala permasalahan yang ada tersebut. Untuk lebih jelasnya maka dibuat skema berikut:

Dari skema di atas dapat di jelaskan bahwa huruf lam melambangkan Alloh, huruf sin mewakili manusia, dan huruf mim mewakili amal ibadah manusia dalam skema ini. Dan skemanya adalah sebagai berikut:

Penjabaran dari skema di atas adalah Alloh SWT sebagai pencipta umat manusia, manusia sebagai makhluk yang diciptakan-Nya wajib dan patut beribadah kepada Allah SWT. Ibadah ini tidak lain adalah jalan yang ditempuh untuk mencapai ketaqwaan dan ridha-Nya. Ketiga unsur tersebut memiliki kontribusi satu sama lain sehingga menciptakan suatu metode yang Kaffah.

  1. 1.      Permintaan Dalam Konsep IASLM

Skema IASLM tentu saja bisa diterapkan dalam permasalahan perekonomian, seperti teori permintaan. Kita ketahui bahwa konsep permintaan dalam Islam mirip dengan konvensional, yaitu ada pasar yang menyediakan barang/jasa dan ada konsumen yang membutuhkan dan meminta barang/ jasa tersebut, maka dalam hal ini skema IASLM-nya adalah sebagai berikut:

 

Dari skema di atas dapat dijelaskan bahwa mekanisme pasar yang menyebabkan adanya penyediaan atau pemenuhan barang atau jasa yang dibutuhkan dan tempat yang merefleksi- kan hal tersebut adalah pasar (market place). Masyarakat atau konsumen yang memerlukan barang atau jasa untuk kebutuhannya sehari-hari maka ia membelinya dari pasar. Dan hal inilah yang kita ketahui sebagai permintaan.

Apabila kita lihat dari konsep IASLM dasar yang terbentuk dari huruf-huruf pembentuk kata Islam, yaitu sin lam mim, maka huruf lam yang melambangkan Alloh SWT dari skema IASLM di atas, yaitu yang menciptakan manusia. Dan huruf lam ini juga yang melambangkan pasar dalam skema permintaan IASLM yang menciptakan mekanisme pasar (permintaan & penawaran) sehingga tesedianya barang dan jasa di pasar tersebut. Dan huruf sin yang melambangkan manusia dari skema IASLM di atas, yaitu yang membutuh- kan keridhoan dan pahala dari Alloh SWT untuk bisa bahagia dan selamat dunia akhirat. Dan huruf sin  ini juga yang melambangkan konsumen dalam skema permintaan IASLM yang memerlukan barang dan jasa untuk kebutuhan hidupnya di dunia, sehingga terjadilah permintaan yang dilambankan oleh huruf mim, sama seperti ibadah dalam skema IASLM di atas yang juga dilambangkan oleh mim.

BAB III

KESIMPULAN

Permintaan dan penawaran adalah dua konsep yang men- dasari kegiatan perekonomian yang sangat luas. Permintaan dan penawaran juga merupakan dua kata yang paling sering digunakan oleh para ekonom, keduanya merupakan kekuatan-kekuatan yang membuat perekonomian pasar bekerja.

Konsep Ekonomi Islam mengenai permintaan dan pe- nawaran ini mirip sekali dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu untuk ber- perilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam Ekonomi Islam, norma dan moral Islami merupakan prinsip dasar Islam dalam melakukan kegiatan ekonomi, merupakan faktor yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya, sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi konvensional.

Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komuditi (barang dan jasa) tidak semuanya bisa untuk dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Oleh karenanya dalam teori permintaan Islami mem- bahas permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi atau diguna- kan.

IASLM adalah penjabaran dari lima unsur variabel yang membentuk suatu model yang dituliskan secara sistematis sebagai berikut:            I = A, S, L, M. IASLM merupakan suatu sis- tem dasar yang komprehensif. Semua permasalahan yang ada di dalam kehidupan sangat berhubungan dengan konsep ini dan konsep ini pun dapat memecahkan segala permasalahan yang ada tersebut.

Dan skema IASLM tentu saja bisa diterapkan dalam per- masalahan perekonomian, seperti teori permintaan. Kita ke- tahui bahwa konsep permintaan dalam Islam mirip dengan konvensional, yaitu ada pasar yang menyediakan barang/jasa dan ada konsumen yang membutuhkan dan meminta barang/ jasa tersebut. Mekanisme pasar yang menyebabkan adanya penyediaan atau pemenuhan barang atau jasa yang dibutuhkan dan tempat yang merefleksi- kan hal tersebut adalah pasar (market place). Masyarakat atau konsumen yang memerlukan barang atau jasa untuk kebutuhannya sehari-hari maka ia membelinya dari pasar. Dan hal inilah yang kita ketahui sebagai permintaan.